Sekilas saya melihat tumpukan buku, di meja kerja kamar kos saya. yah, tumpukan buku, karena di tahun ini saya sedang dalam mode Kolektor dan entah mengapa enggan untuk membaca sampai habis. Saya merasa jenuh sekali, dan beberapa buku yang saya beli itu kurang menarik minat saya untuk membaca setidaknya dalam satu tahun belakangan ini bisa dikatakan tidak ada satu judulpun buku yang selesai saya baca #miris.
Jika terus beralasan tidak punya waktu membaca, sebenarnya tidak juga, karena waktu dulu 2017 sibuk tiap hari bolak balik Jakarta-Bogor berdesak desakan di kereta bisa beberapa buku dalam satu tahun. dan kemudian mulai tidak konsisten berkurang menjadi 20-an, belasan, tidak sampai sepuluh dan tahun ini belum ada sama sekali hahahaha #miris memang tetapi itu kenyataan yang harus saya akui meski saya tahu itu bukan hal yang penting untuk dibagi apalagi dibaca oleh teman teman sekalian.
Semakin lama tumpukan itu semakin tebal karena lapar mata dari judul judul buku yang saya anggap lucu dan menarik jika dibaca hingga judul judul buku serius yang meski tidak menarik namun akan saya butuhkan dalam kerja saya saat ini. Oia, ada juga 2 buku “pelangkah” dari adik saya yang saya bawa ke Bali. Ya Tuhan itupun belum saya baca [berdosanya saya].
Okay, cukup curhat colongan sebagai pembuka. langsung pada intinya saja, Pada bulan bulan ini saya ingin mencoba mengejar ketinggalan saya, saya merasa dosa dosa timbunan yang saya lakukan itu sudah mengerikan. Akhirnya saat ini saya mencoba menebusnya perlahan namun pasti. Se-perlahan sang air yang dengan tetes bertahunnya hingga kemudian mengoyak bebatuan. dan sepasti perasaanku padamu yang lama tak terungkap. [oke nice try,.. #skip]
Dan Pada Tanggal 30 Juni 2021, pecah telur juga. Baca Satu Buku Karya Mba Ayu. Sudah Lama Saya Membeli Buku Ini, Namun baru terbaca sekarang. Mohon maaf ya mbo 🙂
Yeay, akhirnya pilihan buku pertama yang saya baca tahun ini jatuh pada Karya Mbo Ayu. Salah satu idola penulis dari Kompas, yang awal ku kenal saat Gunung Agung sedang ada acara besar di Tahun 2017.
Saya membeli buku ini langsung dari penulisnya :), karena saya penasaran bagaimana sensasinya membeli buku dari penulisnya langsung itu seperti apa. Dan benar saja dong, saya pun dapat buku itu plus tanda tangan asli penulis plus ada kata-katanya saat itu. Sebagai pembaca, tentu akan merasa senang bila dapat ucapan dari penulisnya dan itu menurut saya kesempatan yang langka :).
Tapi sayangnya, buku ini harus terbengkalai di Bali, kemudian saya bawa ke Lampung beberapa bulan lalu saat ini saya bawa lagi ke Bali :). Buku ini telah bertualang bersama saya mba, meskipun belum terbaca.
Tetapi tenang, malam ini dengan penuh kebanggaan akhirnya saya menjadikan buku ini sebagai buku pertama yang selesai saya baca. Dan seperti ekspektasi sebelum saya membelinya. Buku ini baguuuus mbo.
Seperti Judulnya, Buku ini secara tersurat maupun tersirat bercerita tentang Saya, Kamu dan Mereka dengan tag #dirumahaja
Jujur saat saya awal mau membaca sempat terpikirkan apakah buku ini akan masuk sebagai buku buku layanan masyarakat yang sering dibagikan oleh penyuluh “biasanya akan memiliki kesan kaku”. Saya sengaja memberikan tanfa kutip di bagian opini saya terkait kaku karena saya juga harus mengakui bahwa opini saya tersebut tidak boleh saya jadikan alasan untuk meng-generalisir semua buku model demikian.
Membaca buku ini saya seolah olah sedang membaca novel. Yang mana kata #dirumahaja yang diberikan pada judul buku seolah olah menjadi suatu trigger yang akan menjadi permasalahan utama yang dialami semua aktor dalam buku “Saya, Kamu dan Mereka”. Meski seperti yang kita ketahui bersama aktor sebenarnya dibalik kata #dirumahaja adalah Pandemi ini (meski di buku baru beberapa bulan) tak terasar dengan berat terasa, ternyata sudah jalan satu tahun.
Kembali pada topik dibuku ini, di buku ini kita akan diajak terjun dan merasakan bagai Saya, Kamu dan Mereka menyikapi semua ini dari berbagai perspektif dari ibu ibu yang kelimpungan membimbing anak anaknya sekolah dari rumah, Hingga para petugas garda terdepan (yang dalam hal ini diceritakan Kalaksa Karangasem) yang dalam dilema besar berusaha untuk membantu menangani kejadian luar biasa ini. Tentu tidak dilihat dari sisi teknis pontang pantingnya tapi dari sisi yang lebih humanis.
Meski begitu dekat, di saat yang bersamaan saya merasa begitu jauh dan buta saat membaca buku ini
Ya, dalam beberapa hal saya, kamu dan mereka sepertinya sudah sangat erat dan sangat memahami bahwa situasi saat ini benar benar sulit. Namun saya sadar ternyata saya tidak setahu itu saya pun juga tidak sepaham itu. masih banyak yang terlewat oleh saya, banyak sekali malahan. Tentang bagaimana sulitnya mengajar anak sendiri yang beda kelas dan beda kebutuhan yang diajarkan dan bagaimana berbagai orang bersikap dari ibu ibu yang ternyata malah kewalahan menentukan menu masakan hingga usaha yang musti berusaha untuk bertahan bagaimanapun caranya.
Meski saya yakin saya, kamu dan mereka kurang lebih sudah memahami situasi yang ada saat ini karena berada dekat sangat dekat dengan apa yang masih terjadi hingga saat ini atau paling tidak saat ini begitu mudah kita mengakses sumber sumber informasi yang secara gamblang menjelaskan situasi yang ada sekarang. Saya juga berada dalam lingkungan keluarga Guru, yang beberapa yang model perubahan kehidupan nya ternyata berkali-kali diulas dalam buku ini. Bagaimana sulitnya beradaptasi dengan kondisi sekarang beserta tuntutan dan harapan proses didik mendidik berjalan dengan normal. Padahal, kita semua tahu sistem kita memang tidak pernah dirancang untuk menghadapi ini. Mulai dari kompetensi gurunya, muridnya, hingga bagaimana sistem belajar mengajar itu berjalan memang belum siap pada saat itu dan mungkin kini pun belum sempurna juga kesiapannya. Saya tidak tahu saat ini sudah seperti apa semoga sudah semakin berkembang dan sudah membaik ya #kuharap seperti itu.
Saya suka dengan cara mbo Ayu menghadirkan berbagai pandangan para kenalannya dalam menghadapi situasi ini yang ternyata beraneka ragam dari berbagai profesi bahakan berbagai negara yang menyebabkan masalah masalahnya tidak jarang akan berbeda. Oia beberapa ilustrasinya juga menarik dan lucu, dalam buku ini banayak ilustrasi yang simple tapi bagus, agaknya kapan kapan menarik seperytinya kalu saya belajar menggambar ilustrasi dengan gaya seperti yang ada di buku ini. hehehe
Sekian dulu, ulasan dari saya. Sekedar sebagai penyemangat pribadi untuk kembali aktif di dunia tulis menulis di blog saya yang jarang tersentuh ini dan sekalian juga sebagai penyemangat diri untuk kembali membaca tumpukan buku yang ada.
Saya rasa buku “Saya, Kamu dan Mereka” menjadi buku yang manis untuk mengawali bacaan bacaan serta tulisan saya terkait buku di Tahun 2021 ini. Tunggu update dari saya lagi ya temans, semoga kita sehat selalu dan pandemi ini segera berakhir dan kita bisa besorak2 lagi berdesakan di bus, di kereta atau bersorak ria di dalam sebuah konser. 🙂 entah mengapa saya rindu jadi kaleng sarden dalam comuter line Jakarta Bogor #hiks.
Sekian dari saya. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya
Salam Dewa Putu A.M.