Arc BNPB ini saya akhiri sekarang, selanjutnya?

245
0
Sebuah perjalanan tidak akan bermakna ketika arah yang ingin kita tuju pun tidak kita ketahui. Begitu juga dengan perjalanan hidup kita, arah yang pasti akan menentukan seperti apa perjalanan kita Photo by Alex Andrews from Pexel

Hidup itu tentang bergerak, berubah dan kemudian bermakna. Dalam sebuah perjalanan akan ada permulaan dan ada pula akhiran yang menutup lembar lembar cerita menuju cerita perjalanan berikutnya. Sudah 2 tahun 10 bulan saya merangkai cerita bersama di BNPB sebagai salah satu anggota dari tim yang kemudian disebut sebagai Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana (Pastigana). Dalam menghabiskan waktu yang tidak sebentar namun tidak pula terlalu panjang itu sudah banyak hal yang kami lakukan dari hal hal yang membuat kami sulit untuk tidur hingga hal hal yang membuat kami tertawa terbahak bahak.

Jika melirik kembali kebelakang, dapat dikatakan perjalanan kami bukanlah perjalanan yang mudah. Misi utama yang diberikan pada kami pada memberikan informasi analisis dan prediksi dari suatu kejadian bencana baik dalam bentuk narasi maupun bentuk informasi geospasial. Misi tersebutlah yang kemudian memotivasi kami dan juga termasuk saya untuk membayangkan dan menggapai apa apa yang kami rasa sepatutnya ada dan diperlukan saat terjadi bencana. Terlihat keren dan luar biasa bukan?

Ini bukan seberapa cerdas kita menemukan sebuah ide, namun seberapa banyak kita mencoba. Ide brilian yang kalian lihat hanya 1% dari tumpukan sampah ide konyol dan tidak berguna yang setiap hari kami coba dan lakukan.

Hal ini baru saya ketahui beberapa bulan belakangan ini. Ternyata pada awal awal bekerja disini saya tidak begitu disukai teman teman saya. Setelah saya tanyakan alasannya, yah ternyata terletak pada kebiasaan buruk saya untuk mendebat ide ide dan saran yang ada didepan saya hmm,.. dan juga cenderung bekerja sendiri saat saya merasa berat untuk menjelaskan apa yang ingin saya lakukan. Untuk urusan mendebat ide dan gagasan sepertinya sudah menjadi template saya yak. Kebiasaan ini saya bawa dari kecil jangankan teman spermainan atau teman kerja, asisten praktikum, guru, dosen bahkan profesor pun saya debat saat pendapat yang nereka utarakan berbeda dengan yang saya yakini wkwkwk. Terkadang memang terlihat bebal dan tidak mau menerima pendapat orang lain, namun percayalah tidak sedikit perdebatan yang saya lakukan diakhiri dengan saya yang akhirnya tersadar bahwa pendapat saya yang salah dan kemudian saya mengakuinya.

Perjalanan ini perjalanan bersama kalian, dari tangan tangan kalian semua kisah dan cerita terukir dan terlengkapi dengan sempurna. (Photo by Italo Melo from Pexels)

Untuk yang bekerja sendiri, saya akui itu dan semua itu karena terkadang saya kurang mampu mengkomunikasikan kepada orang lain apa yang saya ingin lakukan. Jadi alih alih saya berdiskusi, biasanya saya akan menyendiri berkutat dengan perangkat kerja saya sendiri dan kemudian saat semua selesai biasanya baru akan saya komunikasi dan diskusikan pada orang lain untuk kemudian dikoreksi dan dikritisi untuk perbaikan. Itu tampaknya lebih mudah dilakukan dari pada mendiskusikan konsep yang masih kosongan tanpa wujud.

Dalam melakukan hal tersebut, tidak semua ide yang saya miliki berhasil saya eksekusi, 99%nya justru gagal dan kemudian menumpuk dalam folder yang saya namakan “mini riset” . Kemarin saat saya backup dan pindahkan dari PC kantor ke Hardisk eksternal saya ternyata kapasitasnya mencapai 70-an Giga, ini belum yang memang ada di perangkat milik saya sendiri yangbelum saya rapi rapikan lagi. Prinsip yang saya pegang adalah, jika ada hal baru maka langsung coba kunyah, kalau kurang bagus lepeh dan simpan siapa tau akan bagus saat disimpan kemudian dikunyah lagi. (macam permen karet daur ulang hahhaha)

Tetapi semua itu hanyalah omong kosong dan sedikit sekali makna yang dapat diambil dari apa yang saya kerjakan sendiri itu. Saat kita bekerja sendiri, meskipun sesempurna apapun ide dan gagasan yang kita kelola hasilnya selalu tidak memiliki jiwa dan berkesan mati, hambar dan kurang dapat dinikmati. Tidak ada keistimewaan dari kesemua itu. Hingga suatu hari saya tersadar, ada satu yang kurang. Sehebat apapun kita, secerdas apapun kita (apalagi macam saya ini yang biasa biasa saja) kita tidak akan dapat merubah dunia sendirian. Saat ku bekerja sendiri, dari 100 ide yang ku kelola dan wujudkan 99nya adalah sampah dan hanya 1 ide yang layak tampil. Namun saat saya berubah menjadi kami, kami menciptakan 1 juta ide dengan 10000 ide layak tampil. 🙂 bukankah itu jauh lebih baik.

Setelah ini, Lalu apa?

Dalam beberapa kesempatan, tidak jarang teman bertanya kenapa saya tetap bertahan bekerja di tempat ini, melihat tekanan yang ada dan kesempatan yang diberikan tidaklah begitu menonjol dibandingkan tempat tempat lainnya. Setiap mendapatkan pertanyaan seperti itu saya biasanya menjawab, saya tidak keluar karena saya ingin menyumbangkan sesuatu yang benar benar saya banggakan dan dapat berguna bagi di sini agar suatu waktu saat saya pergi, setidaknya nama saya masih sedikit dikenang. “Sesuatu itu” adalah sesuatu yang saya idam idamkan untuk saya berikan dari awal saya bergabung. Kita sebut saja sesuatu itu sebagai One Piece. Saya pernah sesekali mengutarakan nya namun karena begitu berat akhirnya mental begitu saja. Hal yang saya lakukan kemudian memecah “One Piece” itu menjadi beberapa bagian kecil yang saya rasa masih masuk akal untuk dikejar.

(Photo by Naveen Annam from Pexels)

Bagian bagian kecil inilah yang kemudian saya coba utarakan, kami kelola dan selesaikan untuk dirilis satu-satu. Mungkin hanya sedikit yang sadar kalau ide ide yang saya berikan bukanlah ide ide yang terpisah seutuhnya, namun bagian kecil dari sebuah ide besar yang saya impikan di awal yang pernah saya utarakan dulu sekali.

Ternyata waktu dan lingkungan kemudian tidak lagi bersahabat dengan kami. Semakin lama semakin hilang sumberdaya kami, pengurangan itu menghasilkan kehilangang energi kami secara signifikan. Kepingan kepingan puzzle yang kami buat mental dan tenggelam begitu saja. Saat dirilis pun tidak jarang mendapati tanggapan alakadarnya dan sekedar “oh”. Saat itu hati saya merasa hancur dan putus harapan. Motivasi sayapun beberapa kali terkoyak untuk hal yang tidak perlu. Rutinitas membawa saya pada jebakan perlombaan tikus yang bergerak hanya untuk mendapatkan uang dan kemudian pulang dan kemudian menghabiskan uang tersebut untuk mendapatkan uang itu kembali. Hal itu tidak hanya berdampak pada kelompok, namun berdampak pada saya secara pribadi. saya semakin hilang arah dan kehilangan makna. Nilai pribadi yang sendari dulu saya perjuangkan pun terlupakan dan tergantikan kemudian membentuk pribadi yang dalam kaca pun sudah tak bisa saya kenali lagi.

“Perjalanan saya di sini sudah mencapai batasnya dan sangat sulit untuk menerima semua itu. Namun jika saya tetap melanjutkan hanya akan berakhir pada kekecewaan saja.” Dari sini saya sadar, saya harus berhenti sejenak bukan untuk mundur namun untuk merubah haluan haluan sedikit lalu kemudian melanjutkan perjalanan saya. Melalui jalur yang sepenuhnya baru.

Kesempatan itupun datang ketika salah satu rekan saya menawarkan merintis sebuah tim untuk mengerjakan sesuatu yang mungkin sebelumnya tidak pernah saya pikirkan namun saat saya pikirkan dan diskusikan ternyata sesuai dengan tujuan saya sebelumnya. Melalui tim ini kemudian kami memulai lembar cerita baru kita MenCari dan menelusuri sebuah jalan yang baru dengan asupan ide ide segar dari orang-orang baru yang bahkan kerangka berpikir nya berbeda jauh dari yang pernah saya pelajari. “Menarik”, itu satu kata yang pertama kali terlintas dalam benak saya. Dengan meniriskan sedikit keraguan kemudian saya masuk kedalam Arc selanjutnya dalam perjalanan saya.

Feature Image by Rafael Pires from Pexels

dewaputuam
WRITTEN BY

dewaputuam

I'm a Disaster Analyst, Agro-Climatologist, and GIS Analyst. I like drawing, writing, playing guitar, gardening, and maybe reading too.

Leave a Reply

Total
0
Share

Discover more from Dewa Putu AM

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading