Konsep hidup minimalis pertama saya dengar dari sebuah vlog milik raditia Dika yang saat itu dalam video tersebut dirinya mengaku sedang merintis untuk menjalani hidup minimalis. Sebagai salah satu bentuk keseriusan tersebut ia pun menjual berbagai jam koleksinya dan menggantikannya dengan satu jam yang menurutnya sudah cukup, tentunya definisi cukup dalam sudut pandang raditia tersebut tentulah tidak harus sama dengan definisi kita dari kata cukup. Hal yang terpenting dan menarik bagi saya dalam video tersebut adalah sebuah konsep “hidup minimalis” yang menurut saja akan cukup seu dan melegakan bila coba kita terapkan.
Hingga waktu berlalu dan menunggu saya menyelesaikan beberapa antrian bacaan yang harus saya selesaikan pada akhirnya saya memutuskan untuk mencari bacaan yang ringan dan bagus untuk perkembangan diri saya pribadi hehehe. Dan singkat cerita dengan segala pertimbangan akhirnya pilihan saya jatuh pada buku karangan Francine Jay yang berjudul Seni Hidup Minimalis agar saya setidaknya mulai berkenalan dengan konsep minimalis yang saya dengar dari video raditia dika beberapa bulan yang lalu.
Deskripsi singkat nan minimalis dari buku “Seni Hidup Minimalis”
Buku yang saya baca ini adalah sebuah buku terjemahan karya Francine Jay yang berjudul The Joy of Less (A Minimalist Guide to Declutter, Organize, and Simplify). Judulnya cukup panjang sepertinya ya, dalah fersi berbahasa indonesia yang diterjemahkan oleh Annisa Cinantya Putri Penerbit GPU. Terjemahannya menurut saya memuaskan dan masih dapat dipahami dan enak dibaca. #mantab
Dari ketebalannya, buku ini tergolong buku yang minimalis (tipis) yakni hanya 260an halaman jadi dalam kecepatan membaca yang rata rata, buku ini dapat lah dilahap dalam sehari dua hari. Designnya juga minimalis sehingga tidak begitu mencolok, nyaman di mata dan tidak begitu mencolok. Hal ini menurut saya salah satu poin penting saya untuk membeli sebuah buku, buku semarak yang design aneh aneh kadang membuat tidak nyaman hehehe.
Masuk pada isinya, buku ini pada dasarnya menjelaskan sebuah sikap untuk menilai sebuah eksistensi barang hanya pada kegunaannya saja tidak lebih dan tidak pula kurang tanpa diracuni oleh rasa rasa sentimentil dan kenangan dari barang barang tersebut. Buku ini menjelaskan bahwa kita adalah kita, kenangan adalah kenangan. Barang barang yang berkaitan dengan kita dan kenangan tidak sertamerta menjadikan barang tersebut sama dengan kita tidak pula sama dengan kenangan kenangan yang ada. Meski terrbaca cukup ekstrim, namun buku ini menjarkan kepada kita untuk tidak memaknai sebuah barang secara berlebihan agar kita dapat menyediakan ruang bagi kita dan kenangan kenangan yang akan datang.
Setelah memberikan pemahaman tentang cara menyikapi barang barang dengan tidak berlebihan buku ini kemudian juga memberikan panduan untuk membuat ruang dengan cara berberes rumah dari ruang keluarga, kamar tidur, dapur, kamar mandi hingga gudang. Metode yang berberes rumah yang ditawarkan dalam buku ini disebut sebagai metode STREAMLINE. Metode STREAMLINE yang Francine maksud adalah sebuah kependekan dari:
- Start over: mulai dari awal
- Trash, treasure, or transfer: buang, simpan atau berikan
- Reason for each item: alasan setiap barang
- Everything in its place: semua barang pada tempatnya
- All surface clear: semua permukaan bersih
- Modules: ruangan
- Limits: batas
- If one comein, one goes out: satu masuk, satu keluar
- Narrow down: kurangi
- Everyday maintenance: perawatan setiap hari.
Opini saya terkait salah satu buku karya Francine Jay, semoga masih minimalis
Secara umum buku ini menurut saya merupakan buku yang bagus dan patut dibaca untuk orang orang yang seperti saya (yang mempunyai kamar berantakan hehehe). Dari buku ini yang paling saya suka adalah bagaimana seorang Francine Jay memberikan kita pemahaman dalam menyikapi barang barang hanya sekedarnya dan tidak berlebihan tanpa dicampuri oleh perasaan sentimentil akan barang tersebut. Hal ini bagi saya cukup frontal sih mengingat pada masa sekarang banyak sekali orang orang yang mengidentikan dirinya pada barang barang yang ia miliki, konsumsi dan atau kenakan akibat pengaruh derasnya iklan iklan di sekitar kita, ataupun dan akibat ajang pamer menggunakan sosial media. Hal ini kemudian menjadikan kita sekedar konsumen yang terus mengkonsumsi barang-barang secara rakus. Menyedihkannya, tidak sedikit dari barang barang tersebut sebenarnya tidak begitu kita perlukan dan hanya sekedar memuaskan ego kita saja.
Saya suka cara Francine Jay menyajikan ide idenya dalam buku ini. Pada bagian awal ia memberikan kita sebuah gambaran tentang apa itu minimalisme dan pada beberapa bab berikutnya ia kemudian menjelaskan sebuah metode streamline sebagai salah satu alat untuk menerapkan minimalisme di sekitar kita khususnya rumah kita. Penjelasan penerapan metode ini pada berbagai ruangan rumah juga diberikan pada buku ini beserta beberapa dilema yang mungkin ditemui tentunya beserta saran untuk menyikapinya.
Yang menurut saya kurang di buku ini adalah pada bab terakhirnya, yang saya rasa sedikit memaksakan saat menjelaskan tentang dampak gaya hidup minimalis pada masyarakat dan alam. Meskipun premis premisnya masih dapat diterima dan logis tapi tidak tahu mengapa saya kurang begitu suka pembahasan terkait dampak pada masyarakat dan alam ada dalam buku ini, kurang pas gitu dan menjadikan buku ini sedikit kehilangan fokusnya. Oia dalam membahas cara berbenah masim masing ruangan juga menurut saya agak monoton sih jadi sedikit membosankan di tengah.
Saya rasa itu saja opini saya terhadap buku ini. Secara umum saya suka buku ini menurut saya nilainya 4 dari lima lah. Dan bila ada yang berminat untuk berbenah rumah ataupun sudah jengah dengan riuhnya barang barang di rumahnya, ada baiknya bila membaca buku ini terlebih dulu.