Hei, bangun kawan.
Tetiba samar suara seseorang membangunkanku, kucoba buka mata dan mulai memasang telinga ini untuk kembali tersadar. Entah berapa lama ku tertidur hingga lupa saat ini sedang berada dimana. Suasana ini begitu asing bagiku. Puluhan, mungkin tidak, ini jelas lebih dari itu. Ratusan pun ku yakin sudah terlewat. Saya rasa ini ribuan. Mungkin sekitar 90 sampai 100 ribu, gumamku dalam hati. Atau kita anggap saja ini 99.354 orang. Kita samakan saja dengan kapasitas tempat duduk Stadion milik klub bola raksasa dunia Barcelona yakni Camp Nou. Angka yang cukup riuh ya.
“Hei kenapa kamu malah bengong” suara yang membangunkanku kembali muncul dan kali ini tidak samar karena telingaku saat ini sudah mulai terpasang rapi untuk kembali bekerja seperti semula. Kantuk yang terawal tadi bergelayut kuat menutup kelopak mata dan dan menyayupkan ke semua indraku kini tergantikan dengan rasa bingung dan limbung khas layaknya orang yang memang baru bangun dari tidurnya.
Riuh suara ribuan orang perpaduan antara dengungan lebah madu beradu tidak karuan dengan teriak teriakan khas menyakitkan telinga ku yang baru beberapa detik lalu terlelap tidur bersama indra penglihatan dan indera perasa milikku. Genderang besar, lebih dari satu bergelegar bertabuh-tabuh tidak karuan dan tentu saja tidak membantu sama sekali dalam mengharmoniskan suara lebah dan teriakan orang orang yang ada. Payah sekali memang, gumamku lagi dalam hati.
“Ku cari cemilan dan kopi dulu ya, sepertinya kamu masih ngantuk ya, dari tadi kulihat mata kamu masih kosong dan belum benar benar disini” Sapa orang tadi dan kemudian berdiri mengorek ngorek saku tasnya mengambil beberapa lembar uang kertas lalu beranjak pergi.
Benar saja, nampaknya ku memang sedang berada di sebuah stadion sepak bola yang sangat megah. Ku melihat sekeliling ku, orang orang disini sangat beraneka ragam. Dari warna rambut sampai warna kulit, meski sebagian jelas terlihat beberapa seperti berasal dari Indonesia, pahatan wajah dan gestur yang khas itu tampaknya masih jelas terlihat dari sekian banyak orang #mungkin.
Ramai Riuh Mereka Mereka itu di sini, dari Tribun Penonton
Orang orang disekitarku sangat beragam dari usia dini sekali sampai usia senja yang tampaknya menuju malam. Ada yang sendiri duduk termenung sambil memakan cemilan dan minuman ringan. Ada yang berdua mesra seolah dunia hanya milik mereka berdua. Ada yang bertiga bahkan ada yang rombongan, mungkin mereka itu sekeluarga. Dari kakeknya, neneknya, ibunya, dan cucu cucunya. Mereka bercanda dan bersenda gurau saling melemparkan senyuman dan berbagi camilan. Bahkan sesekali tampak pula seorang ibu yang sedang memangku anaknya yang masih sangat kecil. Heran sih kenapa anak sekecil itu dibawa ke tempat seramai ini. Namun saya membuang jauh jauh pertanyaan itu, ku yakin ada alasan spesifik yang memang mengharuskan anak sekecil itu dibawa kemari.
Mataku menyapu sekeliling. Perhatianku tertuju pada seorang wanita, mungkin berumur 30 tahunan sedang kesulitan menelpon seseorang diluar sana. Dalam keriuhan seperti ini memang sulit untuk sekedar berbicara via telepon entah itu terganggu oleh keriuhan yang ada atau secara kejam terbawa angin dan membaur entah kemana. Angin tampaknya memang menjadi salah satu yang menghalangi keperluannya itu, sayup sayup suaranya bahkan sampai pada telingaku yang terpaut tiga bangku sebelahnya. Sayup terdengar “Jaga baik baik si kecil ya pa, jangan lupa makan…. Ssskkkkk”. Itu saja yang mampu ku dengar. Tampaknya ia sedang berpesan pada suaminya yang sedang mengurus anak di rumah.
Ku tersenyum kecil melihatnya. Aneh, kenapa malah si ibunya yang pergi nonton di stadion ini bukan si ayah. Tersenyum senyum kecil ku melihat kejanggalan itu. Belum sempat senyum kecil ini ku tuntaskan, mataku kembali ditunjukan pemandangan yang sulit untuk dilewatkan. Seseorang di bawah ku sedang mengetikan sesuatu pesan pada ibunya.
“Bagaimana kabar ibu di rumah?” ,.. Begitu kira kira sekilas pesan yang “tak sengaja” terbaca olehku. Oke, harus ku akui itu bukan tidak sengaja tapi memang sengaja ku lirik dengan sedikit trik (mengikat tali sepatu untuk menunduk dan mengintip pesan itu hehe). Laki laki seumuranku ini ternyata sedang mengirim pesan kepada ibunya.
Ku terus menyisir melihat hal hal yang kuanggap menarik untuk dilihat lagi, banyak sekali hal unik di sini. Entah apa yang mereka tunggu sendari tadi. Lapangan hijau di bawah sana belum ada tanda tanda akan ada sebuah pertandingan, disini juga tidak ada tanda tanda konser besar apalagi sebuah kampanye politik. Entah apa yang mereka tonton dari tadi. Untuk apa mereka bersorak bila tak ada pertandingan yang sedang mereka tonton, untuk apa pula mereka bersedih.
Ku berpikir kejanggalan-kejanggalan yang sebelumnya tidak tertangkap oleh sapuan mata ini kini mulai muncul perlahan lahan. Kenapa mereka ini, apa yang sedang mereka tontong. Mereka berpakaian biasa, bahkan ada yang berpakaian yang tidak umum kita temukan dalam sebuah pertandingan bola. Semula ku menganggap memang kostum kreatif mereka yang sedikit nyeleneh, sama seperti pertandingan bola yang terkadang ada saja yang berkostum aneh namun meriah. Namun kali ini berbeda, aneh dan tidak meriah bercampur jadi satu. Berbaju seperti dokter lengkap dengan masker dan perangkat seram lainnya. Meski ada yang berkaus bola namun kebanyakan dari mereka berpakaian biasa dari T-shirt biasa hingga jas yang rapi. Apakah ini memang pertandingan bola memang temanya tidak umum.
Ini minumanmu, Seperti yang Kamu Lihat Kami yang di Sini Beberapa Bulan Lalu Masih Bersama Kalian, Sebagian Lagi Baru Sedetik yang Lalu Datang ke Sini
“Hei ini minuman untukmu” Orang yang diawal tadi membangunkanku membawaku satu cup minuman ringan.
“Kenapa? Masih ngantuk kah, oia mungkin kamu heran dengan stadion ini ya. Kamu memang belum di sini, dan ku harap kamu tidak di sini si, ku harap begitu. Ku sengaja ajak dirimu sesaat kesini untuk sesekali mengunjungi kami. Kami hanya ingin bilang,
Ini kami. Yang kamu lihat sekarang ini hanya satu dari sepuluh stadion yang ada. Seperti yang kamu lihat tadi kami seperti kalian ya, punya keluarga dan punya orang orang yang kami sayangi dan menyayangi kami. Kami bukan hanya angka kawan.” katanya lirih sambil memberikan senyuman kecil
Ku terbangun dari tidurku, kali ini bukan di stadion yang riuh tadi. Hanya di sebuah sebuah kamar kecil yang sepi. Ku sejenak melihat jam tangan dan kemudian membuka laptopku untuk menulis tentang ini Cerita riuh stadion tanpa pertandingan.
Tulisan ini terinspirasi dari Video Narasi yang berjudul Mengapa Data dan Angka Kasus Positif di Indonesia Diragukan? | Buka Mata.
(Feature Photo by Garret Schappacher from Pexels)