[Film] Pengepungan di Bukit Duri

Ini tentang masa depan tetapi tidak jauh dari sekarang. Sekilas frasa itu teringat dalam pikiran saya. Sebuah film yang biasa saja dari seorang Maestro perfilman di Indonesia Joko Anwar. Namun karena biasanya ini justru menjadi Ironi yang menakutkan karena budaya kekerasan semestinya tidak boleh se-ter-“biasa” ini. Tepat 17 April lalu, tepat saat premier di seluruh…


Rating: 4 out of 5.

Ini tentang masa depan tetapi tidak jauh dari sekarang. Sekilas frasa itu teringat dalam pikiran saya. Sebuah film yang biasa saja dari seorang Maestro perfilman di Indonesia Joko Anwar. Namun karena biasanya ini justru menjadi Ironi yang menakutkan karena budaya kekerasan semestinya tidak boleh se-ter-“biasa” ini.

Tepat 17 April lalu, tepat saat premier di seluruh indonesia, saya menonton sebuah film terbaru dari Joko Anwar yang berjudul “Pengepungan di Bukit Duri”. Bukan sebuah tanggal yang spesial, hanya sebuah tanggal yang kebetulan merupakan hari kumpul kumpul dalam film pengabdi setan 2.

Terlepas dari pemilihan tanggal premier yang “sesuatu” tersebut sepertinya menarik bila coba kita ulas sedikit ya tentang film ini. Oh ia selain pendapat pribadi juga harus diakui bahwa tulisan ini juga terinspirasi dari video ulasan dari Cine Crib.

Untuk sinopsisnya mungkin sudah banyak ya yang share. Secara garis besar film ini bercerita tentang seorang Guru Kesenian yang sedang mencari keponakannya. Dalam pencarian tersebut ia sering pindah sekolah dan sampailah ia di sebuah SMA tempat para siswa buangan. Karena suatu hal kemudian guru tersebut harus berhadapan “Kenakalan Siswa” yang sangat “di luar batas” 😱

Kejahatan dan kebaikan tidak memiliki batasan yang jelas, tetapi Kita jelas orang baik kan 😏

Joko Anwar (Jokan) melalui filmnya menggambarkan kondisi distopia di tahun 2027 dengan latar tempat di sebuah sekolah sebagai bentuk kecil dari kondisi bangsa yang sedang terpecah. Ia set waktunya memang 2027, sebuah set waktu di masa depan tetapi tidak jauh dari sekarang. Dari set ini dan kata kata Jokan saat promosi menggambarkan sebuah urgensi film ini sebagai bentuk keresahan sekaligus pengingat bagi kita semua tentang bahaya ⚠️ yang akan datang tetapi tidak jauh dari sekarang.

Meskipun set tempatnya mayoritas di sebuah gedung sekolah SMA yang bernama SMA Bukit Duri. Film ini justru bercerita banyak tentang apa yang terjadi di luar sekolah tersebut, yang kemudian juga berdampak pada apa yang terjadi di sekolah. Kondisi distopia penuh dengan vandalisme, penjarahan, kekerasan, bahkan perkosaan dan pembunuhan pada dunia yang ditampilkan dalam film ini kemudian seolah menjadi menjadi faktor “pembiasa” bagi kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak di sekolah.

Kata-kata yang menurut saya cukup tepat menggambarkan Film ini, meski fiksi ini tampak begitu nyata, meski tampak begitu nyata, ini tampak sangat mengerikan bila mengingat ini pernah terjadi dalam skala kekejaman yang bahkan bisa lebih dari ini (Sumber Quotes dan gambar RingTimes.id)

Kata dan tulisan kotor bercampur aduk dibumbui dengan banyaknya gertakan keras secara verbal dan fisik seolah menumpahkan kekacauan dunia dalam film ini kepada penonton. Perpecahan antar etnis secara kasar digambarkan dengan jorok melalui film ini berkutat antara Anjing dan Babi, sebuah kiasan yang sangat sering bermunculan di setiap menit sepanjang film.

Ini menariknya saat kita merasakan nonton langsung di Bioskop yang ramai. Dalam beberapa momen pekikan spontan dari penonton menambah suasana magis sekaligus ironis yang ditayangkan dalam film ini. Dalam beberapa adegan penonton akan diajak bereaksi sebagai hakim dan berteriak “Mampus Anjing”. (Ini bener bener yang saya denger dari teriakan spontan penonton dalam bioskop).

Dalam film memang kita tidak disuguhkan perbedaan nyata antara mana yang baik dan mana yang jahat. Film ini menggambarkan sifat setiap tokoh yang abu abu, di mana setiap kekerasan yang dilakukan selalu ada penyebab dan juga akan melahirkan konsekuensi nya. Hanya ada kejelasan posisi dalam film ini, yakni penonton. Pasti di posisi sebagai orang baik, yang sangat kesal dengan kejahatan yang dilakukan oleh sang pemeran Antagonis dan “Tentunya” puas teriak lega saat si jahat itu mendapatkan “Hukuman” setimpal.

Setidaknya sebelum semua kemudian dibalik kan dengan indah oleh Jokan pada menit-menit akhir.

Permasalahan yang belum usai dan Kemudian justru matang dan kian menantang oleh waktu

Film ini merupakan buah dari keresahan dan putus asa dari seorang Joko Anwar terhadap kondisi negeri yang mengecewakan nya saat ini (podcast nya dengan Pandji Pragiwaksono). Bahkan dalam podcast tersebut, naskah skenario dari film ini justru sudah selesai beberapa tahun lalu dan kemudian ditunda dengan harapan jika kondisi sudah tidak relevan lagi maka film ini tidak dibuat. Namun kemudian seperti yang kita ketahui bersama akhirnya film ini dibuat dan dirilis pada tanggal 17 April 2025, yang berarti [sebagian text hilang] 😝.

Set sekolah bisa dilihat sebagai sebuah kekacauan dalam lingkup yang lebih kecil dari sebuah kekejaman dan jahatnya situasi saat terjadi kerusuhan yang yang lebih masif. Ini tentang polaritas yang berujung pada perpecahan, yang sebenarnya sudah beberapa kali hampir terjadi dan sayangnya juga telah beberapa kali pernah terjadi. Meskipun itu merupakan pengalaman buruk dan mungkin memberikan trauma mendalam bagi orang orang yang mengalaminya secara langsung, namun tetap tidak benar bila kita melupakannya begitu saja.

Melalui film ini Jokan seolah membuka kembali luka dari berbagai peristiwa menyedihkan yang seolah enggan diperbincangkan lagi. Dengan awalan yang dipenuhi dengan keceriaan, cinta dan kasih kemudian porak poranda seketika. Padahal jika mau berpikir sejenak dan menerima pertolongan saat itu dari si “Lima”, cerita mungkin berakhir pada menit menit awal itu saja. Namun jika sampai sana saja tentu bukan jadi pelajaran yang menarik bukan 😂.

Melalui penutupan babak yang hilang begitu saja dan terlewat (seperti teringat sesuatu ya), kemudian cerita mengalir dan berpindah pada kehidupan para tokoh yang dulu masih anak anak tanpa daya saat ini sudah dewasa dan menjadi “Guru” bagi para generasi penerusnya. Disinilah kemudian berlanjut pada pencarian “keponakan” yang merupakan plot utama dari film ini. Kita akan dibawa terus terfokus pada upaya seorang yang mencari ponakannya yang dalam pencariannya ternyata dihadapkan pada gangguan yang ekstrim yang harus “diselesaikan” dengan cara seksama dalam tenpo sesingkat singkatnya tanpa perlu lagi mempertimbangkan apa yang ada karena kejahatan tetaplah kejahatan.

Namun sayang, tindakannya itu yang justru membawanya pada kekacauan di tingkat yang diluar akal sehat (bila mana situasi memang sehat). Ditengah kondisi lingkungan luar yang kian kacau, akhirnya justru menjadi pembenaran bagi kekacauan yang sebelumnya dianggap diluar nalar tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadi. Dan akhirnya masuklah pada babak pengepungan di Bukit Duri yang srat akan kebrutalan dan kekejaman. Tensi kekejaman semakin lama semakin meningkat hingga mencapai lompatan kejutan pada saat adegan Barbeque. Jelas tergambar berbagai ekspresi kaget dari setiap tokoh tanpa terkecuali bahkan para pelakunya juga diperlihatkan ekpresi deprsinya masing masing dan kebimbangan yang semakin lama semakin memuncak dan menuju kekacauan kebrutalan yang lebih lebih lagi.

Biar bagaimanapun tugas pendidik adalah mendidik murid muridnya untuk menjadi lebih baik, mengeluarkan murid merupakan wujud keputusasaan yang semestinya dihindari biarbagaimanapun, ini yang disampaikan kepala sekolah, lalu bagaimana bila begini? apakah harus menyerah saja (Sumber gambar CNA ID)

Memang memuaskan bilamana setiap hal keji seperti ini dapat kita temukan sesuatu yang pantas dan layak untuk kita tunjuk, persalahkan dan hakimi saat itu juga bila memungkinkan. Itu yang kemudian dengan apik ditunjukkan oleh Jokan pada akhir babak filmnya yang seolah membangkitkan rasa benci dan menyiramkan kepuasan saat para “Penjahat kejam” itu diadili dengan setimpal.

Hal ini tampak jelas dari sorak sorai dan pekik “Mampus Anjing Babi” para penonton pada setiap penghakiman yang diberikan pada para penjahat.

Tetapi, apakah itu poin utamanya? di akhir film setelah kita diperlihatkan apa dibalik “sesuatu” itu, semua menjadi tidak se-memuaskan seperti sebelumnya dan hanya menyisakan perasaan bersalah.

Namun tenang sebagai pengakhiran dalam film ini diberikan juga sebuah harapan ke dua. Ya ini benar benar harapan ke dua setelah penolakan kepada tarawan si “Lima” di awal film, yang kemudian kita ketahui bersama ternyata berujung pada kemalangan. Si “Lima” itu lagi kemudian secara dramatis kembali menghampiri dan membawa kita pada sebuah pengharapan.

Selalu ada kesempatan ke dua, asal kita mau menerimanya. Walaupun memang harus diakui luka yang ada tentu akan tetap berbekas dan beberapa hal memang sudah terlambat tetapi setidaknya bisa menyelamatkan kita dari sesuatu di masa depan itu yang tidak jauh dari sekarang.


Leave a Reply

Total
0
Share

Discover more from Dewaputuam

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading