Ini Bukan Tentang Dunia Melainkan Cara Kita Melihat Dunia

Pada hari blogger tahun ini saya ingin berbagi pikir sekaligus berdiskusi tentang cara kita melihat. Dari cara kita melihat, merasakan inilah yang kemudian membingkai pola pikir kita dalam mengelola suatu permasalahan entah itu permasalahan sepele dari sekedar gaya menyisir rambut hingga permasalahan permasalahan yang lebih prinsip seperti Politik mungkin atau idealisme. Pemahaman akan adanya beda…


Kita semua melihat dari filter berbeda yang terbentuk oleh kita dan lingkungan kita sebagai sesuatu yang unik. Kita berbeda tidak hanya dari sikap kita terhadap sesuatu namun sejak kita melihat sesuatu. Photo by Maurício Mascaro from Pexels

Pada hari blogger tahun ini saya ingin berbagi pikir sekaligus berdiskusi tentang cara kita melihat. Dari cara kita melihat, merasakan inilah yang kemudian membingkai pola pikir kita dalam mengelola suatu permasalahan entah itu permasalahan sepele dari sekedar gaya menyisir rambut hingga permasalahan permasalahan yang lebih prinsip seperti Politik mungkin atau idealisme. Pemahaman akan adanya beda cara kita melihat agaknya merupakan kesadaran yang perlu sekali kita miliki dalam kehidupan kita saat ini. Banyak sekali permasalahan dan kesalahpahaman datang dari tidak sadarnya diri kita pada tidak mesti sama nya cara orang lain memandang dengan cara kita. Sedikit menjelimet ya bahasa yang saya gunakan. Akan tetapi sesuatu yang penting disini adalah kesadaran kita bahwa cara kita melihat itu sangat mungkin berbeda dengan orang lain.

Saya begitu heran dan sekaligus terkesima akan kayanya perbedaan diantara kita, khususnya pola kita memendang. Beberapa waktu saya terheran kenapa beberapa orang tidak memahami konsep yang terlihat begitu sederhana kenapa tidak ada yang melihat kesalahan yang begitu jelas terhampar nyata. Kenapa ini kenapa itu. Hey begitu juga dengan saya, kenapa ada juga konsep dan kesalahan yang butuh waktu lama atau bahkan tidak dapat sama sekali saya pahami. Hal inilah yang secara nista kemudian membuat saya beberapakali terjebak pada debat konyol meributkan sesuatu yang “berbeda”. Debat yang lucu sekaligus payah ini terjadi saat kita mempertahankan ego masing masing untuk mengadu dan menaklukan pola pikir lawan kita.

Semua Benda dan Hal Itu Bersifat Netral, Kitalah Yang Memberikan Mereka Nilai Baik-Buruk Sejak Kita Melihat

Kita tidak dapat terhindar sepenuhnya dari bias-nya kita melihat juga bias-nya kita berpikir hingga Photo by Alex Alvarez on Unsplash

Kadang kita bias memaknai mana yang fakta mana yang hanya persepsi kita. Kita terjebak dengan cara kita melihat dan kerangka berpikir kita sendiri hingga sebuah nilai kita anggap suatu fakta yang universal benar dan harus benar bagi semua orang. Pola pikir inilah yang kemudian membawa kita pada apa yang saya sebut perdebatan konyol sebelumnya. Kita yang saya maksud disini tentunya termasuk saya, saya pun demikian sukar untuk terlepas dari bias seperti ini. Ini hal yang lumrah kita lakukan dan manusiawi sekali. Hal yang penting bagi kita bukanlah untuk lepas pada bias bias itu namun jauh lebih sederhana dari itu karena kita hanya perlu menyadari bahwa apa yang kita anggap fakta sebenarnya bukanlah fakta.

Saya lupa konsep ini terinspirasi dari buku mana, mungkin dari buku karya Henri Manampiring berjudul Filosofi Teras. Ada suatu metafora menarik untuk menggambarkan berbedanya cara memandang kita. Coba bayangkan kita sedang duduk di dalam kamar dan kita sedang melihat ke arah taman di luar. Di tengah taman kita melihat seekor Gajah duduk di Jungkat Jungkit sedang beradu pandang dengan kita sambil mengenakan kacamata berwarna biru. Melihat kejanggalan tersebut kita pun menghubungi teman kita yang rumahnya ada di seberang rumah kita.

Dengan semangat kita bercerita tentang kejanggalan Gajar menggunakan kacamata yang saat ini sedang saya lihat. Karena rumah teman kita itu tidak dapat melihat langsung ke arah taman maka teman kita itu hanya anggut anggut namun tidak percaya dengan apa yang sedang kita bicarakan. Teman kita yang saya telepon itu tidak percaya ada gajah naik jungkat jungkit dan kenapa ada gajah di taman. Ini yang menarik, saya rasa dan tebak teman teman yang saat ini sedang membaca tulisan saya memiliki sebuah pertanyaan dan justru menyoroti alasan kenapa saya memberikan contoh yang begitu aneh dan tidak nyambung sama sekali dengan bahan pembahasan kita saat ini.

Inilah yang saya maksud dengan penilaian kita muncul bahkan saat kita melihat. Bagi “saya” yang saat itu melihat seekor gajah sedang bermain jungkat jungkit mungkin akan ter heran (merasakan ada sesuatu yang salah) saat melihat gajah menggunakan kaca mata karena ukuran kepala gajah yang begitu besar akan repot sekali membuat kaca matanya. Sedangkan teman saya ditelepon akan keheranan saat mengetahui ada gajah, karena baginya tidaklah umum ada seekor gajah masuk ke taman kota. Dan bagi para pembaca justru menyoroti ada yang salah dengan contoh yang diberikan.

Bila kita baca lagi secara seksama narasi yang sebelumnya saya berikan bukanlah sesuatu yang aneh (ini persepsi saya). Atau mungkin merupakan narasi yang janggal dan tidak masuk akal (ini persepsi lainnya yang mungkin muncul). Tetapi satu hal yang pasti cerita yang saya sampaikan tadi tidaklah ada nilainya baik itu nilai kejanggalan kemasukakalan atau lain sebagainya. Nilai nilai yang demikian itu berasal dari kita. Apa yang telah terjadi pada kita selama ini memiliki andil yang besar pada kerangka melihat apa yang kita gunakan, mana yang kita tonjolkan dan mana yang kita buat blur. Untuk hal ini kita semua unik.


Leave a Reply

Total
0
Share

Discover more from Dewaputuam

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading