Sebuah Perjalanan dari Bendungan ke Bendung dan Sand Pocket Penjaga Makasar
Pada pertengahan bulan Maret ini saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi suatu lokasi yang pada akhir Januari lalu banyak diberitakan dengan segala kisah suram dan heroik didalamnya. Sebuah bencana banjir yang tanpa disangka sangka terjadi begitu saja dan merengut stidaknya 68 jiwa. Bencana tersebut tentunya menyita perhatian banyak pihak dari berbagai perspektif dari hal hal bersifas teknis hingga kejadian heroik seorang nenek yang berusaha menyelamatkan seorang cucunya.
Mendapat kesempatan untuk terjun ke lokasi, meskipun sudah cukup lama berlalu kejadiannya saya tentunya sedikit antusias hehehe namun sebenarnya ada sedikit rasa tidak enak dengan tim shift saya di kantor yang sering kali saya tinggal. Yah saya memang saat itu baru saja pulang dari cuti yang cukup panjang dan benar benar baru gabung kerja bersama tim lagi. Namun apaboleh buat dan sepertinya menarik, dengan sedikit sungkan sungkan tapi mau akhirnya saya menyanggupi untuk ikut berkunjung ke sebuah Waduk di Sulawesi Selatan yang sempat menjadi bahan perbincangan beberapa bulan lalu, “Waduk Bili Bili”.
Tentang Dua Pilihan Sulit di Waduk Bili-Bili yang kemudian “dipersalahkan”
Jika kita menelusuri kembali pemeberitaan pemberitaan terkait banjir di Sulawesi Selatan pada awaln tahun 2019, akan kita temui bahwa mayoritas dari pemberitaan menjurus pada satu kesimpulan bahwa kejadian banjir yang sangat besar tersebut dikarenakan (atau setidaknya diperparah) oleh dibukanya pintu wadu Bili-Bili. Begitu pula yang saya pikirkan pada akhir bulan Januari tersebut. Kemudian muncul suatu pemikiran dalam benak saya tentang apakah yang sebenarnya dilakukan oleh para petugas wadauk Bili-Bili pada saat kejadian.
Hingga saat kunjungan kewaduk tersebut, mereka menjelaskan tentang pilahan sulit yang mereka hadapi pada saat kejadian banjir tersebut. Tentang keadaan dimana mereka diharuskan memilih sebuah pilihan terbaik diantara yang buruk. Pilihan pertama adalah pilihan yang mungkin dipikirkan sebagian orang yakni tetap menutup waduk bili bili saat terjadi banjir besar di wilayah hilir. Pilihan ini sebenarnya juga dipikirkan oleh para petugas dan pengambil keputusan disana namun ada konsekuensi sangat besar yang membuntuti pilihan tersebut yakni peluang jebolnya Bendungan yang tentunya akan berdampak pada banjir yang jauh lebih besar. Didasari oleh pertimbangan tersebut dan untuk mengamankan bendungan lah akhirnya mereka memilih pilihan ke dua yakni membuka dan tentunya banjir yang sudah terjadi akan meningkat, namun setidaknya tidak akan sebesar bilamana bendungan Bili Bili Jebol.
Mendengar hal tersebut saya sebenarnya cukup terkejut karena saya bahkan tidak pernah berpikir sejauh itu. Saya jadi merasa bersalah karena beberapa bulan yang lalu saat kejadian banjir disana sempa ada beberapa pemikiran bahawa ada suatu kesalahan besar yang terjadi disana saat itu. Yah meskipun tentunya tidak sepenuhnya benar namun untuk saat kejadian, pembukaan pintu bendungan tersebut masih dapat dimaklumi, dan mereka saat itu sebenarnya sudah menaikan batas tinggi air saat membukanya dan sedikit bermain dengan bahaya jebolnya tanggul agar memberi sedikit waktu yang bilamana harus mengikuti SOP pembukaan bendungan seharusnya justru dibuka lebih awal lagi.
Jejak Mega Longsor Masa Lalu, Kini Menjadi Berkah, Diambil Secara Serakah dan Kemudian Membawa Kita ke Bencana Air Bah
Perjalanan pun berlanjut baik ruang dan waktu. Perjalanan waktu membawa kita kembali pada kejadian Mega Longsor Kaldera Gunung Bawakaraeng yang terjadi pada akhir Maret tahun 2004. Kejadiang longsornya sebuah kaldera gunung tersebut membawa material dengan julah yang sangat besar dan mengakibatkan setidaknya 30-an jiwa melayang (sumber: Seindes, Medium.com dalam link ini). Besarnya kejadian tersebut menyebabkan dampaknya masih dirasakan oleh Sulawesi Selatan Hingga saat ini. Material longsoran pada lima tahun yang lalu tersebut masih terus terbawa oleh aliran sungai Jeneberang dan mengendap di sekitarannya. Hal ini yang kemudian menghidupkan perkonomian disekitar wilayah tersebut dengan pertambangan batu yang sangat masif yang entah sampai kapan akan habis.
Material longsoran yang terbawa air jeneberang selain membawa berkah juga menjadi perhatian serius dari pengelola bendungan karena dapat menumpuk dibendungan dan mengakibatkan pendangkalan dini bendungan Bili-Bili. Hal ini berakibat pada penurunan kapasitas tampung bendungan tersebut yang jika tidak ditangani akan berdampak pada semakin pendeknya umur bendungan atau bahkan justru membahayakan wilayah hilir. Untuk mengatasi hal tersebut hingga saat ini telah di bangun 27 Sabo atau disebut sebagai Sand pocket yang berfungsi sebagai penampung material materlial agar tidak masuk kedalam bendungan.
Di sekitaran sand pocket itu kini menjadi wilayah tambang batu dan pasir yang sangat menjanjikan. Dalam kadar tertentu dan teratur sebenarnya penambangan ini membantu fungsi sand pocket agar ruang untuk pengendapan material tetap terjaga. namun yang terjadi saat ini seperti yang diceritakan salah satu petugas, para penambang justru mulai mengganggu fungsi sand pocket karena menambang dan memakan badan sungai yang mengakibatkan sungai menjadi semakin lebar dan fungsi sand pocket pun berkurang keefektifannnya sehingga saat terjadi banjir Awal Januari 2019 lalu 2 San Pocket pun rusak parah. Dengan rusaknya dua sand pocket tersebut tentunya berkurang pula fungsi perlindungan sand pocket untuk melindungi laju pendangkalan di Bendungan Bili Bili yang sangat tinggi. Hal ini tentunya berbahaya dan dapat menjadi bom waktu yang akan memberikan dampak besar dikemudian hari.
Untuk mengatasi hal tersebut saat ini para pengambil keputusan sedang melakukan berbagai cara seperti perbaikan dan penambahan peralatan guna mengeruk sedimen yang ada di bendungan dan menambah sand pocket di atas bendungan bili bili guna mengurangi laju pergerakan material longsoran dari Gunung Bawakaraeng. tentunya hal tersebut masih kurang efektif jika penambangan di sekitaran Sungai Jeneberang masih semasif sekarang dan tanpa pengaturan dan manajemen yang lebih baik lagi. Kita tentunya tidak dapat begitu saja, mematikan kegiatan ekonomi penambangan disana, dan justru sebenarnya dalam dosis yang pas penambangan tersebut sangat membantu dalam pengurangan sedimentasi. Untuk hal tersebut tentu perlu ada penataan kembali dan usaha serius dari berbagai pihak untuk mencarikan jalan keluar terbaik dan solusi yang saling menguntungkan dan tidak membahayakan masyarakat lain.
Ini Hanya Sebuah Cerita yang Tertutup oleh “Ketidaktahuan” dalam gelapnya menapaki jejak di Dunia Digital
Jika kita menelusuri informasi kejadian terkait banjir yang terjadi di Sulawesi Selatan, disana banyak dikatakan bahwa pembukaan bendungan Bili-Bili merupakan penyebabnya. Hal itu bukan lah suatu yang salah, pada kenyataannya bendungan Bili-Bili lah yang menyebabkan banjir yang terjadi di Sulawesi Selatan pada akhir Januari lalu menjadi begitu besar. Dengan adanya pembukaan bendungan bili bili masa air yang sebelumnya sudah banyak menggenangi bagian hilir Sungai Jeneberang menjadi semakin tergenang saat Bendungan Bili-Bili di buka. Akan tetapi kita perlu juga ingat bahwa tentunya pilihan untuk pembukaan waduk tersebut bukanlah pilihan yang mudah, dan mereka telah menentukan pilihan terbaik diantara yang buruk. Kita perlu lah mengapresiasi hal tersebut dan mengapresiasi pula keberanian mereka menentukan pilahan pelik tersebut.
Peristiwa di Bili-Bili mengajarkan saya akan suatu hal, bahwa kita bukanlah siapa siapa, dan tidak tahu apa apa jadi janganlah dengan mudah menyimpulkan suatu hal tanpa menanyakan langsung kepada orang orang yang terlibat. Informasi informasi yang bertebaran saat ini memang begitu mudah dan cepat kita dapatkan, namun sayangnya banyak dari informasi informasi tersebut telah terkontaminasi oleh pemikiran pemikiran subyektif dari para penulisnya (termasuk saya hehehe). Kasus Bili bili ini hanyalah sebuah cerita dari sekian banyak cerita yang tertutup oleh “Ketidaktahuan” dalam gelapnya menapaki jejak dalam dunia Digital.
Sekian dari saya, saya rasa sudah lagi lagi terlalu panjang. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.
Salam,
Dewa Putu AM