Helo, kembali lagi saya menulis sebuah ulasan dari buku untuk yang kedua di tahun ini. Sebagai informasi, buku Sapiens versi naratif dari pengarang yang sama sebenarnya sudah pernah saya baca pada Bulan Oktober 2017 lalu dengan bintang 5/5 atau bisa dikatakan sempurna. Meskipun dari segi terjemahan buku yang saya baca saat itu agak sedikit saya keluhkan karena beberapa istilah menjadi sangat aneh terbaca.
Kembali ke timeline saat ini. Pada awal tahun 2021 di salah satu toko Buku di Denpasar akhirnya saya menemukan versi grafis buku ini teronggok begitu saja dalam salah satu raknya. Pada awal pertemuan, saya kurang begitu tertarik. Tetapi, berhubung saya sedang butuh sedikit asupan ide ide baru untuk otak ini yang agaknya sudah bersarang laba laba karena sudah mulai jarang diajak mengunyah be-bukuan segar terlebih penilaian saya di buku versi narasinya cukup baik, maka dengan berpikir cukup panjang akhirnya saya coba membawa pulang buku.
Seperti dugaan saya sebelum saya membeli buku ini, ia ternyata terdiam sunyi di rak buku kosan saya. Hingga pada waktunya akhirnya setelah kepercayaan diri dan minat saya untuk membaca buku kembali hadir akhirnya dengan ini saya umumkan buku ini mampu saya selesai baca dalam waktu 2 malam. 🙂
Mungkin sudah cukup ya pembukaan dari tulisan saya saat ini, kita mulai dengan ulasannya. Semoga bermanfaat bagi teman teman pembaca, yang secara sengaja ataupun tidak sengaja mampir ke blog saya ini.
Mirip Kisah Superhero, Cerita Sapiens Diawali Dari Sekedar Makhluk Lemah Pinggiran Sabana
Kondisi awal Sapiens pada dasarnya bukan makhluk yang dominan dan bukan pula makhluk yang dianugerahi kekuatan lebih besar dibandingkan lainnya. Lemah sekali bila dibandingkan hewan hewan yang ada saat itu coba kita bandingkan dengan hewan hewan prasejarah yang jangankan predatornya, herbiforanya pun berukuran besar besar dan akan mudah ditebak siapa yang kalah bila kita pertandingkan Sapiens dengan hewan hewan lainnya.
Salah satu keunggulan kita dibandingkan dengan hewan hewan lainnya adalah Otak kita. Bila dibandingkan dengan hewan hewan dengan bobot yang kira kira serupa, otak Sapiens sangat besar. Sebagai gambaran otak Simpanse sebesar 400 CM3, Domba 122 CM3 dan Homo Erectus sebesar 900 CM3, Sedangkan Sapiens 1300 CM3. Tapi perlu kita ketahui juga bahwa Sapiens masih kalah dengan Homo Neanderthal yang memiliki volume otak 1500 CM3.
Besarnya volume otak sapiens mengakibatkan beberapa implikasi pada besarnya kebutuhan energi untuk menyokong kerja otak. Meskipun bobot otak hanya sebesar 8% dari bobot tubuh keseluruhan, namun energi yang dibutuhkan mencapai 25%. Selain pada otak, energi juga perlu dialirkan ke jaringan saraf yang ada di seluruh tubuh, hal ini mengakibatkan proporsi energi yang dialirkan kepada otot jadi lebih kecil dibandingkan hewan lainnya sehingga Sapiens relatif memiliki kekuatan fisik yang lemah.
Selain dengan otaknya, Sapiens yang berjalan tegak dengan dua kaki juga memberikan beberapa keuntungan. Dengan berjalan tegak seperti itu, semakin banyak yang dapat dilakukan Sapiens menggunakan tangannya yang seiring proses evolusi yang berlangsung lama, jaringan saraf dan otot rumit berkembang di telapak tangan dan jemari sehingga penggunaan tangan oleh sapiens makin berkembang dari proses proses sederhana hingga proses rumit lainnya dari membuat dan menggunakan perkakas kompleks hingga sekarang sapiens mampu membuat berbagai hal.
Menyesuaikan posisi tegak membawa tantangan tersendiri terutama punggung dan leher yang harus menyokong kepala dan bobot tubuh yang relatif besar. Itulah mengapa Sapiens sering sakit punggung ataupun leher. Dan perempuan membayar hal tersebut dengan lebih mahal. Berjalan tegak perlu pinggul yang lebih kecil dan mempersempit saluran peranakan, padahal bayi Sapiens justru membesar.Hingga seiring berjalannya proses evolusi, perempuan yang melahirkan bayi lebih dini dengan otak dan kepala yang masih relatif kecil akan lebih mudah bertahan sehingga jika dibandingkan dengan hewan hewan lainnya yang bisa berdiri dan berjalan beberapa saat setelah terlahir, Sapiens terlahir prematur.
Kondisi demikian yang menyebabkan membesarkan anak Sapiens selalu butuh bantuan anggota keluarga dan tetangga. Butuh sesuku untuk membesarkan seorang Sapiens. Itu sebabnya evolusi mengunggulkan manusia yang bisa membentuk ikatan sosial yang kuat.
Secara paradoks, ketidakberdayaan bayi Sapiens ternyata merupakan berkah. Artinya Sapiens harus mengembangkan keterampilan sosial. Karena terlahir belum berkembang sempurna, sapiens dapat dididik dan menjalani sosialisasi jauh lebih baik dari hewan lain.
Kalau dianalogikan, kebanyakan hewan lain terlahir bagaikan tembikar hingga upaya apapun untuk mengubah mereka hanya akan menggores atau mematahkan mereka. Sedangkan Sapiens bagaikan gelas meleleh yang bisa dipelintir, direntangkan dan dibentuk dengan keluwesan yang mengejutkan.
Sapiens Sang Maestro Fiksi yang Menjadi Unggul Karena Mereka Suka Bergosip dan Menjunjung Mitos
Dalam duel satu lawan satu mungkin Sapiens akan kalah secara telak, namun dalam kemampuan membentuk koloni serta bekerja sama dalam jumlah yang sangat besar meskipun tidak saling mengenal Sapiens bisa dikatakan tak tertandingi bahkan bila dibandingkan dengan keluarga lainnya yang telah punah. Kekuatan ini juga bisa dikatakan lebih dinamis bila dibandingkan dengan hewan hewan koloni seperti lebah dan rayap yang cenderung memiliki sistem yang sangat rigid sehingga bila terjadi masalah baik lebah maupun rayap tidak akan mampu menciptakan ulang sistem untuk mengatasi masalah tersebut. Koloni rayap tidak akan bisa membunuh ratu rayap dan membangun republik rayap.
Kemampuan untuk membangun sistem koloni pada sapiens tidak lepas dari cara berkomunikasi mereka yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai Maestro Fiksi. Kemampuan berkomunikasi pada Sapiens tidak hanya mampu menjelaskan objek objek fisik dan fakta saja, seperti adanya harimau, adanya makanan dan berbagai informasi serupa lainnya.
Namun lebih dari itu sistem komunikasi sapiens bisa digunakan untuk menggambarkan situasi dengan lebih rinci dan yang terpenting lagi, mereka bisa mengarang kisah kisah fiksi dari keberadaan Sapiens dengan kepala harimau, keberadaan roh roh penunggu, entitas sebuah perusahaan, negara dan hal lainnya. Berdasarkan kepercayaan akan fiksi dan mitos itulah Sapiens berkenan mencurahkan pikiran, kekuatan dan energinya untuk melakukan kerjasama untuk tujuan yang sama pada mitos tersebut.
Semua hal ini mengandalkan keterampilan kognitif yang sangat istimewa menggagas, mengingat mempelajari dan berkomunikasi. Keterampilan kognitif itu muncul sekitar 70.000 tahun silam dalam apa yang disebut sebagai Revolusi Kognitif. Sejak saat itu Sapiens selalu hidup dalam realitas ganda. Dari satu sisi realitas objektif berupa sungai pepohonan dan singa. Di sisi lain ada realitas yang diimajinasikan berupa Dewa Dewi, bangsa dan Perusahaan. Seiring berjalannya waktu, realitas yang dikhayalkan tersebut semakin digdaya. Sehingga kini kelestarian sungai, pohon dan singa bergantung pada kemurahan hati entitas yang diimajinasikan seperti Dewa Dewi, Negara Negara seperti Amerika Serikat, Indonesia, dan perusahaan-perusahaan seperti Google, Perkebunan Kelapa Sawit.
Namun terlepas dari semua itu, perlu diakui bahwa kemampuan kita menciptakan realitas yang diimajinasikan dari kata kata memungkinkan banyak orang yang tak saling kenal bekerja sama secara efektif.
Penilaian Umum saya Terhadap Buku Sapiens, Kelahiran Umat Manusia (Grafis) karya Yuval Noah Harari
Secara umum saya sangat menikmati bagaimana Profesor Harari menceritakan perjalanan kita umat manusia (Sapiens) dalam proses kelahiran serta perkembangan awalnya. Menyenangkan dan banyak hal yang membuka pikiran saya ternyata berdiri dengan kedua kaki akan sebesar itu pengaruhnya dan juga peran dari Fiksi (Gosip) juga sebesar itu.
Banyak sekali wawasan yang saya dapatkan dari buku ini, dan akan sangat panjang bila saya tuliskan dalam sebuah posting dalam blog ini seperti bagaimana peran dari warisan nenek moyang kita saat Berburu Mengumpul, bagaimana Spesies kerabat Sapiens lainnya menghilang, dan juga diakhiri dengan kenyataan pahit tentang bagaimana Sapiens harus bertanggung jawab pada kerusakan ekologi serta kepunahan massal dari berbagai macam makhluk hidup baik di Daratan Australia hingga Daratan Amerika dengan makhluk hidup yang eksotis dan sebenarnya sangat disayangkan bila menghilang begitu saja.
Buku ini akan cocok dibaca bagi teman teman yang merasa ingin tahu dengan bagaimana manusia berkambang dan bereovolusi dengan cara penyampaiannya yang singkat dan ringan. Sekedar iseng ya tetapi saya yakin akan banyak hal bermanfaat yang teman teman dapatkan jika menyempatkan waktu untuk membaca buku ini.
Cara penyampaiannya melalui komik juga menjadi nilai tersendiri pada buku ini. Yang menariknya ternyata buku ini tidak hanya sebuah buku narasi yang dipaksakan untuk dibuatkan sebuah komik. Namun dari segi penceritaannya terlihat sekali dibuatkan secara sungguh sungguh dan mengalir bagaikan komik komik pada umumnya dengan berbagai permasalahan dan sedikit lelucon yang dibawakan tim penulis yang saya rasa sangat cukup dan tidak berlebih.
Jika dirangkum dengan semua kekerenan yang saya sebutkan tadi. Buku ini tetap layak diberikan nilai 5 dari 5 bintang, sama seperti buku versi naratifnya.
Oke sampai disini saja tulisan saya hari ini. Terimakasih atas kesediaan teman teman dengan membaca tulisan saya ini. Sampai jumpa lagi
Salam
Dewa Putu AM