Saya dipertemukan dengan buku ini melalui algoritma lucu dari instagram. Sebuah algoritma yang kemudian membawa saya pada post berbentuk tulisan berseri dengan diksi yang lugas tanpa belas kasih. Yups, postingan itu milik akun Teman Berjuang. Tanpa berpikir panjang karena banyak dari post mereka ternyata tak kalah profokatif dan menurut saya lebih memberikan cara pandang yang masuk akal bagi saya maka saya putuskan untuk mengikuti akun mereka. Begitulah kira kira intro saya untuk tulisan tentang buku pertama karya alumni IPB hehehe (satu almamater ternyata). Jika ada teman teman yang pernah kuliah di IPB dan tidak jauh angakatan dengan saya maka pasti tahu Katalis, nah penulis buku inilah salah satu orang dibalih semua itu.
Beberapa buku pengembangan diri beberapa waktu belakangan ini saya perhatikan mengarah pada pola pikir yang sederhana dan realistis. Hal ini berbeda dengan trend trend buku pengembangan diri pada tahun tahun sebelumnya yang penuh dengan kata kata motivasi dan angan hingga mimpi yang terlampau jauh kedepan sehingga terkadang terputus dengan realitas yang ada. Konsep dan kerangka pikir yang demikian buat sebagian orang justru akan menambahkan beban yang akhirnya saat terjadi kegagalan rasa sakitnya pun menjadi semakin besar.
Buku karya Indra Sugiaro ini mengingatkan kita apa yang sedang kita perjuangkan dan untuk apa kita berjuang sekaligus menjadi salah satu teman kita untuk berjuang. Yang paling saya suka penulis tidak terlalu banyak memberikan buaian indah berlebihan tentang kesuksesan yang pasti akan ada pada setiap kegagalan. Penulis justru memberikan hantaman keras nan telak bahwa kegagalan ya kegagalan dan itu memang hal yang menyakitkan terkadang diperparah dengan hilangnya orang orang disekitar kita. Kejam sekali bukan.
Meski diksinya keras dan kejam, Buku ini mencoba meyakinkan pembaca bahwa ia berada di pihak mereka dan kemudian mengingatkan kita alasan kita berjuang “Lagi”
Awal membaca saya justru tertarik dengan pemilihan kata (diksi) maupun kalimat yang penulis berikan kepada kita. Pada bagian pertengahan saya baru menyadari ada sesuatu hal yang selama ini saya tidak temukan dalam buku buku pengembangan diri lainnya dan justru tidak tahu bagaimana memang disengaja dan telah dikonsepkan dari awal. hmmm atau tidak sengaja. Saya lebih yakin pilihan pertama. Dalam bukunya, penulis memberikan sebuah alur cerita yang gamblang hingga sayapun kemudian berpikir kalau buku ini juga sebuah novel.
Saya sebenarnya sedikit bingung sih, menggolongkan buku ini dalam genre apa. Penulis memberikan batas yang tidak begitu jelas terlihat antara buku pengembangan diri, novel atau bahkan buku puisi. Kekayaan literatur saya soal buku jenis ini saya rasa memang sangat kurang hehehe, jadinya sedikit bingung saat membaca buku ini dan harus memasukan dalam genre apa.
Dalam beberapa literatur dan beberapa kali saya terapkan dalam kehidupan sehari hari, ada sebuah konsep dimana untuk berinteraksi, berkomunikasi dan bahkan ingin memberikan pengaruh pada seseorang maka langkah awal yang perlu ditempuh adalah meyakinkan orang tersebut bahwa kita berada dipihak mereka. Orang akan cenderung difensif jika tidak yakin bahwa orng yang sedang berinteraksi dengannya berada dipihak mereka. Jika sudah begini, jangan kan pengaruh, berinteraksi lebih lanjut aja sulit untuk dilakukan.
Buku ini menggunakan pendekatan yang sama, Meski diksinya keras dan kejam, Buku ini mencoba meyakinkan pembaca bahwa ia berada di pihak mereka. Sang penulis memberikan kesan setuju dengan apa alasan alasan dan menyetujui atau setidaknya mengakui tentang hal hal negatif yang mungkin para pembaca sedang rasakan. Perasaan kecewa, sakit dan sedih semua di tuliskan secara gamblang dan kejam. Namun penulis selalu mengakui perasaan perasaan negatif itu memang nyata adanya tak perlu di hindari cukup rasakan saja betapa pahit dan kejamnya semua itu.
Di momentum ini, kamu pikir aku akan mengatakan semuanya akan baik baik saja. Oh, no, sweetheart, I am so sorry. Semuanya tidak baik baik saja.
Indra Sugiarto, Teman Berjuang
Di balik kekejaman itu justru sang penulis mendekati kita melalui kata katanya, bahwa adalah sebuah kebohongang kalau gagal itu tidak menyakitkan. Namun gagal hari ini belum tentu gagal di hari esok. Sayangnya kata “belum tentu gagal” juga bukan memiliki arti yang sama “pasti berhasil” hehehe, jadi masih bisa lah gagal gagal lagi. Meski menyakitkan gagal ya gagal dan hal itu normal. Jadi jika gagal nanti kita ingin menghilang sejenak dan memeluk (sesaat) kesendirian kita ini. Mengatakan kuat pada hati yang sedang tidak kuat. Yaaa monggo.
Namun jangan lama lama bersedih dan meratapi kegagalan, bukankah ada hal besar yang membuat kita selama ini berjuang. Jadi jangan lupakan itu.
Bukan hal yang mudah untuk mereview dan mengulas buku ini, karena terlalu banyak ide dan quote-quote menarik yang sulit sekali memilah mana yang terbaik untuk di tuliskan dan di ulas dalam posting singkat ini. Namun jika harus memilih 5 buku terbaik yang saya pernah baca di tahun ini. Saya pastikan buku ini masuk dalam daftar itu.
Saya kira cukup sekian dulu ulasan dari saya untuk buku “Teman Berjuang” kali ini. Oia saat ini saya sedang membaca Buku “Tumbuh dari Luka” dari pengarang yang sama. Tampaknya bakal menarik hehehe.
Salam
Dewa Putu AM