Tulisan tentang tulisan ini saya dedikasikan sebagai tulisan ke 100 saya dalam Blog personal saya. Pada mulanya saya coba memikirkan tema apa yang cocok untuk tulisan saya yang ke 100 ini dari tema percintaan yang rasanya kurang begitu menarik, tema perjalanan yang juga sampai sekarang tak kunjung jalan, hingga kemudian saya putuskan untuk menulis tentang tulisan.
Saya bukan hanya menulis tentang ke penulisan saya dalam dunia blog karena sudah pernah saya tulis dalam tulisan ini, Pada tulisan saat ini saya akan bercerita di lingkup dan rentang yang lebih luas lagi bahkan dari SD, yup secara harfiah saya akan bercerita pengalaman menulis saya dari SD (Sekolah Dasar).
Menulis Linear, Tulisan Latin dan Super Kecil tak Terbaca
Saat sekolah dasar, mungkin kalian pernah juga merasakan untuk belajar menulis latin di “Buku Halus Kasar”. Saya lupa-lupa ingat penamaan itu, mohon koreksi ya bila ada kesalahan dalam penyebutan. Dari sekolah dasar antara kelas 1 atau 2 pengalaman yang paling saya ingat tentang menulis adalah pengalaman saya belajar tulisan tegak bersambung (latin).
Saya mengingat pengalaman pertama itu karena saat itu saya menangis karena melihat teman-teman sekelas saya cepat sekali selesai menulis sedangkan saya baru menulis 1/3 dari halaman karena saya salah dalam menulis di buku halus kasar yang semestinya setiap baris tulisan diletakkan di tiga baris garis. Akhirnya yang seharusnya saya menyelesaikan tugas saya dengan lebih cepat karena kesalahan tersebut saya justru baru menyelesaikan sepertiga halaman.
Jauh setelah itu, dalam mencatat berbagai pelajaran yang diajarkan di sekolah dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMA saya terus menggunakan metode menulis Linear. Dengan tulisan yang kurang begitu rapi (Sangat jelek dan mendekati tidak terbaca) saya beberapa kali mengubah cara menulis saya dari sisi ukuran, gaya latin dan tak latin hingga beberapa kali mendapatkan “pujian dari guru” seperti.
Ya ampun tulisanmu ini Nak kayak ceker ayam; dewa tulisan mu kecil sekali sampai tidak terbaca coba belajar tulis lagi ya; tulisan dan nilai jelek saja pakai gaya-gaya digambar lembar ujiannya. Itu beberapa kalimat dari guru-guru dan teman saya yang sepertinya sampai sekarang masih saya ingat.
Meskipun dari sisi “seni” tulisan saya terus berubah ubah, namun ada satu kesamaan yang pasti. Saya menulis secara linear. Hal ini dikarenakan pada saat itu tujuan tulisan saya adalah mencatat sebanyak mungkin apa yang “didiktekan” oleh guru atau sesekali didikte/di tulis di papan tulis oleh teman sekelas yang memiliki tulisan bagus (Waktu SMP ada yang namanya Heri Sutrisno tulisannya bagus banget). Sebuah cara yang biasa di pelesetkan dengan metode CBSA (Catat Buku Sampai Abis). kalau dipikir-pikir metode itu lucu juga ya, karena kita yang memiliki buku masih harus menulis semua isi buku di buku tulis.
“Mind Map”, Metode Menulis Untuk Pemahaman Konteks Secara Luas
Saya pertama kali mengetahui metode ini pada saat saya membaca dua buku yang pertama yang terkait NLP saya lupa karya siapa dan yang kedua adalah buku tentang Mindmap karya Tony Buzan. Melalui dua buku tersebut saya belajar beberapa poin tentang bagaimana seharusnya kita menulis berbagai ide dan gagasan yang kita terima baik saat belajar atau saat kita sedang berusaha merumuskan suatu ide/gagasan.
Ada dua metode yang saya coba pelajari saat itu yaitu metode kolom yang coba menginisiasikan antara apa yang kita tulis dengan apa yang kita rasakan saat kita menulis (pendapat kita). Contohnya saat seorang guru menjelaskan tentang suatu gagasan “Kambing berkaki 4 berjalan mundur”, pada kolom di sebelahnya kita tuliskan gagasan kita “wah ternyata seperti itu ya logikanya kalau kambing berkaki empat maka ia mundur”. (gagasan sebelumnya tadi hanya contoh semata saja ya hehehe).
metode kedua adalah “Mind Map” yang menurut saya sebuah metode menulis yang sangat menarik untuk diterapkan. Pada dasarnya metode ini dimulai dengan menuliskan gagasan utama di bagian tengah kertas dan kemudian membuat cabang-cabang gagasan baru dan membentuk terus cabang-cabang gagasan baru terkait dengan gagasan sebelumnya. Hal ini berlangsung terus hingga kita akan mendapatkan sebuah gambar jaring yang indah yang menggambarkan keterkaitan antar gagasan dan juga gambaran besar dari keseluruhan gagasan yang sedang dibahas.
Ada satu pengalaman lucu yang pernah saya rasakan sewaktu saya menulis dengan metode ini. Saat itu saya masih berkuliah di IPB Bogor sekitar semester 5 atau 6 (pastinya saya lupa) saya ingat itu mata kuliah Dasar-dasar Agronomi. Sewaktu mendengarkan penjelasan dosen sambil mencatat dengan metode Mind Map plus beragam gambar seperti di posting Instagram di atas, tiba-tiba dosen saya menegur saya dan berkata “Dari tadi saya perhatikan kamu asyik sekali menggambar dan tidak memperhatikan saya menjelaskan”.
Saya mencoba menjelaskan bahwa saya tidak sedang menggambar melainkan sedang menulis Mind Map. Dosen itu pun kemudian melihat catatan saya dengan sedikit saya uraikan kembali penjelasan dari sang dosen berdasarkan apa yang saya catat. Sejurus kemudian dosen itu pun mengangguk dan melanjutkan perkuliahan.
Saya menulis dengan metode ini sejak saya lulus SMA hingga saya menyelesaikan studi S2 saya. Ada banyak keunggulan dari metode tulisan ini antara lain:
- Dapat mempercepat proses menulis kita karena yang ditulis biasanya hanya frasa kunci saja tanpa menyertakan bunga-bunga kata yang bertebaran. Hal ini memberi kita banyak waktu untuk menikmati penjelasan secara keseluruhan tanpa terganggu oleh kesibukan kita mencatat. Sebagai gambaran setiap 5 menit orang bicara yang penting untuk ditulis biasanya hanya sekitar belasan kata saja. Hal ini tergantung dari tema bahasan dan si pembicara. Ada yang bicara banyak dan banyak pula isinya namun tidak sedikit pula yang bicara banyak tanpa isi yang penting.
- Secara cepat dapat memberikan gambaran besar dan rinci tentang sebuah konsep dan keterkaitan massing masing gagasan di dalamnya. Ini sangat enak kita pakai untuk belajar saat mau ujian. Dalam satu jam, bukan tidak mungkin kita bisa membaca seluruh catatan kita dalam satu semester kuliah. (Namun biasanya dalam berbagai kasus ada beberapa gagasan yang perlu kita cek ulang di buku sehingga proses belajar terkadang menghabiskan waktu yang lebih panjang).
Semua hal tentunya ada sisi lemahnya, termasuk metode Mind Map ini. Meskipun mempermudah kita dalam pemahaman suatu konsep dan permasalahan secara luas, metode ini kurang begitu cocok untuk dijadikan catatan rapat yang mengharuskan kita membuat laporan secara rinci dan cepat.
Kesulitan-kesulitan ini sering saya temui saat menggunakan metode Mind Map untuk mencatat jalannya rapat. Kesulitan akan muncul saat kita perlu melaporkan jalannya rapat secara cepat dan detail. Proses peringkasan gagasan pada saat kita menggunakan metode Mind Map menyebabkan banyak detail informasi yang hilang dan saat dibuat laporan (Nota Dinas) atau sebagainya akan membutuhkan waktu lama karena harus menulis ulang catatan dalam bentuk yang lebih formal. Oleh karena itu saya kemudian menulis Linear dengan penekanan per poin.
Menulis Poin-Poin di “Awan”
Saya sadari kemudian cara saya menulis dengan metode Mind Map sepertinya sudah kurang begitu relevan bila diterapkan dalam kegiatan sehari hari saya saat ini. Kebutuhan pekerjaan yang mengharuskan kita tidak hanya memahami konsep namun juga menuliskan dan melaporkan kembali pemahaman kita dalam bentuk yang formal.
Kegiatan tulis menulis baik untuk keperluan pembuatan dokumen Kerangka Acuan Kerja, Analisis, Paparan dan Laporan mengharuskan saya untuk menulis tidak hanya untuk diri sendiri namun sebisa mungkin juga dapat dengan mudah dipahami orang lain yang membaca. Metode Mind Map tentunya tidak memenuhi kebutuhan tersebut khususnya dalam hal mudah dipahami orang lain selain kita.
Namun demikian, apa yang saya pelajari saat menulis dengan menggunakan Mind Map tidak sepenuhnya saya tinggal. Khususnya saat membuat tulisan tentang kegiatan rapat atau lainnya saya akan berusaha sebisa mungkin untuk meramu poin-poin yang menurut saya penting saja dan mengabaikan kata-kata kiasan. yah itu rencana saya pada mulanya, namun pada kenyataannya hal itu menjadi sulit karena dalam rapat sangat sulit memilah mana yang harus di catat dan mana yang bisa ditinggalkan. Akhirnya saya tulis semua yang bisa saya tulis (hahahaha).
Sejak memasuki dunia kerja saya juga mulai mengubah kebiasaan saya yang sebelumnya menulis di buku tulis menjadi menulis dalam bentuk digital dan yang saya gunakan untuk menulis dari Google Keep untuk menulis hal-hal penting yang singkat dan perlu cepat ditulis dan One Note untuk menulis catatan rapat dan diskusi yang saya lakukan.
Keunggulan dengan menggunakan kedua aplikasi berbasis Cloud itu adalah kita dapat mengakses tulisan kita itu melalui berbagai macam perangkat dan dari mana saja asalkan terhubung dengan jaringan internet. Berikut ini adalah salah satu catatan saya yang saya tulis saat Briefing di Pos Komando Tanah Ampo saat Operasi Tanggap Darurat Erupsi Gunung Agung di tahun 2017.
Ini merupakan salah satu keunggulan dari menulis di Cloud, apa yang kita tulis akan lebih mudah untuk disimpan dan diakses dikemudian hari. Beberapa catatan ini sesekali bila dibutuhkan dapat kita buka dan manfaatkan.
“Zettel Kasten” di Obsidian Apakah menjadi Metode Menulis yang berikutnya?
Beberapa bulan belakangan saya berpikir kemampuan saya dalam memahami gambaran besar serta keterkaitan antar gagasan dari konsep semakin lama semakin tumpul. Metode menulis saya dalam 5 tahun belakangan yang cenderung linier memanglah mempermudah saya dalam membuat laporan, namun untuk memberikan pemahaman secara luas saya rasa masih kurang begitu baik.
Beberapa catatan saya yang sudah tersimpan kian lama hanya tertumpuk begitu saja terkesan acak-acakan dan sangat mudah terlupakan. jangankan untuk dimanfaatkan kembali, saya pun sering kali melupakan apa yang pernah mencatat. Dan kemudian mengulang ulang kembali gagasan yang sebenarnya sudah pernah saya catat namun terlupakan.
Hinga kemudian saya menemui sebuah mainan baru Obsidian yang berpeluang besar menggantikan aplikasi One Note untuk saya gunakan saat menulis. Sebelum obsidian saya juga menelusuri berbagai macam aplikasi seperti Notion dan aplikasi lainnya, namun Obsidian memberikan hal yang lebih menarik ketika disandingkan dengan metode Zettel Kasten.
Secara sederhana mungkin bisa saya ibaratkan metode Zettel Kasten ini merupakan metode yang menyandingkan antara menulis Linear yang mudah untuk dibuat dalam bentuk pelaporan dengan Metode Mind Map dengan keunggulan dalam memberikan gambaran umum keterkaitan antar gagasan.
Untuk saat ini saya masih dalam tahap belajar bagaimana cara menulis dengan metode ini dan satu penghambat yang paling besar adalah dari sisi akses yang mana aplikasi ini masih belum secara mudah terkoneksi antar perangkat. Meskipun dengan layanan khusus hal itu dapat dilakukan tetapi menurut saya masih belum yakin untuk diterapkan untuk berbagai catatan saya. Namun demikian saya cukup percaya diri untuk mengatakan inilah masa depan dari metode menulis yang akan saya gunakan.
Arti Penting dari menulis bagi Saya
Ada sebuah alasan penting yang membuat saya memutuskan untuk mengangkat tema “Perubahan Metode Menulis Saya” dalam tulisan ke 100 saya ini. Saya percaya bahwa cara kita menulis merepresentasikan dan membentuk cara kita melihat dan berpikir tentang dunia.
Saya rasa itu saja dulu yang dapat saya sampaikan pada tulisan saya saat ini. Akhir kata saya ingin mengutip kata kata dari Mbah Pram
Jika kata Mbah Pram, “Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Lalu keabadian Seperti Apa yang Akan Kita Pilih?
Quotes Pramoedya Ananta Toer yang dikomentari oleh Dewa putu AM
Salam hangat dari saya
Dewa Putu A.M.
Keterangan Tambahan:
Sumber Feature Image by cottonbro