Konstruksi Data Sains untuk Manajemen Bencana di Indonesia

Baru beberapa waktu yang lalu saya selesai membaca sebuah buku karya Seth Stephens yang berjudul Everybody Lies. Dalam buku tersebut dibahas dengan sangat menarik hal hal terkait peran data sains dan Big Data dalam mengungkap pengetahuan serta pemahaman baru tentang apa yang terjadi disekitar kita. Tidak sedikit apa yang diungkap oleh para data saintist tersebut…


Kondisi Balaroa pada akhir tahun 2018. Jika dilihat secara sekilas, kita mungkin akan sulit untuk percaya bahwa sebelumnya wilayah ini adalah perumahan yang padat penduduk dan hingga kini belum ada angka yang pasti dan terpercaya untuk menggambarkan seberapa banyak korban yang masih tertimbun di sana. Pendekatan seperti apa yang perlu dilakukan untuk menduga itu semua?

Baru beberapa waktu yang lalu saya selesai membaca sebuah buku karya Seth Stephens yang berjudul Everybody Lies. Dalam buku tersebut dibahas dengan sangat menarik hal hal terkait peran data sains dan Big Data dalam mengungkap pengetahuan serta pemahaman baru tentang apa yang terjadi disekitar kita. Tidak sedikit apa yang diungkap oleh para data saintist tersebut adalah hal baru yang ternyata justru bertentangan dari apa yang selama ini kita yakini. Sembari membaca buku tersebut sesekali saya terbayang kondisi saya dan beberapa rekan saya saat sedang berada di lapangan dalam beberapa operasi penanganan darurat bencana Baik pada saat Gunung Agung, Gempa NTB, Gempa Sulteng dan Tsunami Banten.

Dalam beberapa operasi tersebut kami sering kali di tempatkan dalam tim Data dan Informasi. Sebuah tugas yang cukup berat bagi kami mengingat tidak jarang data yang datang dan harus kami olah adalah data yang jumlahnya sangat banyak dan juga mempunyai struktur yang sangat bervariasi (tanpa ada pakem struktur yang jelas) alhasil meski beberapa data berhasil dengan baik kami kelola, namun harus juga diakui bahwa tidak sedikit pula dari data tersebut yang kemudian hanya terkumpul begitu saja tanpa dapat kami telusuri dan peras Insightnya (wawasannya) secara optimal.

Mirisnya, jika dulu saya mengalami getirnya mengolah penelitian dengan data yang minim sekarang justru sebaliknya kami disini tenggelam di dalam lautan data. Sesekali saya tergelitik, mungkin ini juga dapat dikategorikan sebagai bencana banjir data bencana.

Melihat dan merasakan getir dan mirisnya tenggelam dalam data tanpa tahu memanfaatkan dan mengoptimalkannya memunculkan sebuah pertanyaan sekaligus tantangan besar di benak saya. Apakah kita akan selamanya seperti itu? Dapatkah kita mulai bergerak maju untuk mengoptimasi penggunaan data untuk mendukung aksi serta kebijakan dalam manajemen bencana kita ? Memahami dan mengkonstruksi data sains untuk manajemen bencana di Indonesia saya rasa menjadi suatu keharusan bagi kita, jika ingin menggerakan manajemen bencna kita ke tingkatan selanjutan.

Membongkar dan Merekonstruksi Definisi Data Bencana, “Data Bencana Tidak Sebatas Jumlah Kerusakan dan Korban Ferguso

Dengan AI nya Facebook mampu mengidentifikasi wilayah wilayah bependuduk. Data ini kemudian diolah dan dikombinasikan dengan data penduduk untuk menghasilkan informasi sebaran penduduk seluruh dunia. Data data tersebut (data demografi resolusi tinggi 30×30 meter) dapat diakses secara gratis melalui situs berbagi data untuk kemanusiaan di tautan ini (Sumber Gambar dan Artikel terkait data demografi dari facebook dapat diakses melalui tautan ini)

“The power of Number”, saya kurang begitu nyaman dengan frasa tersebut. Tidak tahu mengapa dengan adanya frasa tersebut sudut pandang kita soal data hanya terbatas pada angka dan angka saja. Frasa tersebut kembali mencuat dalam salah satu grup chat kantor saat banyaknya media mainstream justru memfokuskan pada angka anka kejadian bencana dan bukan pada usaha usaha yang telah dan perlu dilakukan untuk mengatasi bencana bencana tersebut. Harus kita akui bahwa angka angka sangatlah menarik dan mayoritas data selalu diidentikan dengan data berjenis seperti ini.

Namun tidak boleh kita lupa juga bahwa ada banyak lagi jenis data selain angka yang bila kita kelola dengan baik akan menghasilkan wawasan yang tidak kalah penting dengan data yang disajikan dalam bentuk angka. Sebagai langkah awal dalam pemanfaatan data yang lebih baik, sudah saatnya kita menghapus persepsi kita yang mengidentikan data sebagai sesuatu yang tersaji dengan rapi didalam sebuah tabel. Secara khusus dalam manajemen bencana, kita juga perlu membongkar persepsi kita yang beranggapan bahwa data bencana yang hanya terbatas pada kerusakan dan korban. Baru kemudian kita merekonsruksi persepsi kita dan meyakinkan dirikita bahwa segala hal yang ada disekitar kita baik terlihat ataupun tidak terlihat adalah data.

Dalam bukunya yang berjudul Everybody Lies, Seth Stephens menyampaikan bahwa kerangka pikir yang dibawa oleh perkembangan Big Data memberikan kita peluang untuk mengelola dan menjaring lebih banyak lagi wawasan dari berbagai jenis data yang telah ada disekitar kita selama ini. Dari data data yang sudah sering kita kelola hingga data data yang mungkin jarang sekali kita lirik.

Memperlakukan “Gambar” Sebagai Data

Data jenis ini seringkali kita dapatkan namun sayangnya tidak sedikit dari jenis data ini hanya dimanfaatkan sebagai kelengkapan dokumen saja. Dengan adanya tekhnologi pengolahan data spasial (GIS) sebenarnya pengolahan data dengan jenis ini menjadi lebih baik dari sebelum sebelumnya, namun sayangnya dari yang saya lihat selama ini pemanfaatanya dominan masih pula sebatas pelangkap dokumen. Meski dalam beberapa kesempatan juga dijumpai pemanfaatan yang lebih mendalam, namun masih banyak pekerjaan rumah bagi kita agar data jenis ini dapat lebih diambil wawasannya lagi untuk kemudian dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam penentuan sebuah aksi atau kebijakan.

Contoh Dasboard Terkait Pemantauan Hotspot. Hotspot juga merupakan hasil pengolahan data yang berbentuk gambar yakni berupa citra satelit MODIS (Tera dan Aqua) serta citra SNPP. Data hotspot yang saya tampilkan dalam dasboard ini merupakan data yang diolah oleh Lapan yang mereka sediakan dalam platform mereka di tautan ini

Data dalam bentuk “gambar” tidak hanya terbatas pada gambar yang memiliki orientasi spasial, namun lebih dari itu pemanfaatan gambar gambar lain dari berbagai sumber memilik peluang pula untuk kita ambil wawasannya, data data tersebut saat ini tersebar dan mudah sekali didapatkan melalui berbagai macam platform baik grup grup chatting (WA dan telegram) dan juga media media sosial hingga berita berita yang disajikan dalam televisi ataupun situs berbagi video di internet. Selain dari sumber sumber tersebut data berupa gambar juga dapat kita akuisisi dari sumber lain seperti citra satelit, radar serta cctv. Salah satu contoh data tersebut dapat dilihat dari gambar sebelumnya tentang data demografi dengan memanfaatkan hasil analisis AI dari citra satelit yang dilakukan oleh Facebook.

Memperlakukan “Kata” Sebagai Data

Data berupa kata justru lebih banyak lagi dan mudah kita temukan saat ini. Dapat dikatakan bahwa data jenis ini merupakan data yang paling besar jumlahnya. Data data yang seperti ini dapat kita temukan dari laporan laporan situasi, paparan, surat surat, chat, berita berita online, tulisan di berbagai media sosial, hingga pada kata kunci yang banyak dicari oleh orang. Saking banyaknya data jenis ini yang beredar, membuat kita seringkali mengabaikan begitu saja dan hanya merekap dengan anggapan akan diperlukan jikalau nanti nanti ada yang bertanya. Padahal, dari data tersebut kita dapat mensarikannya kedalam wawasan (insight) yang dapat lebih berguna.

“Word Cloud” sebagai salah satu cara dalam memvisualisasikan data data berupa kata, Dengan menggunakan visualisisasi data data yang berupa kata baik dari kumpulan laporan, surat, chat, berita dan media sosial seperti ini kita dapat mengetahui isu apa yang paling banyak dibahas saat ini. (Sumber gambar: www.dreamstime.com)

Dalam dunia politik data data dalam media sosial telah digunakan secara masif untuk mendapatkan informasi terkait sentimen dan persepsi masyarakat terhadap isu atau calon tertentu. Peluang ini pula dapat dimanfaatkan oleh para data saintist kebencanaan untuk menduga isu isu terkait bencana serta apa apa saja yang dibutuhkan masyarakat. Dengan ada pengelolaan yang baik, bukan tidak mungkin kesemua wawasan tersebut dapat disajikan secara realtime dalam dasboard tertentu. Hal ini yang beberapa minggu belakangan ini sedang saya coba untuk pahami dan saya pelajari. Bisa dibayangkan bila hal ini berhasil dilakukan maka isu isu kontra produktif dapat sesegera mungkin teratasi, dan permasalahan permasalahan juga dapat dengan segera tertangani secara tepat baik dari segi waktu, tempat dan situasi.

Memperlakukan “Segala Hal” Sebagai Dat

Bukan hanya angka yang memiliki kekuatan, bukan hanya gambar yang memiliki kekuatan, bukan pula kata. Semua memiliki cara, kekuatan dan seni tersendiri dalam mengungkap fakta, yang menjadi bagian pembeda dari kesemua itu adalah peran dan kemampuan dari seorang atau sekelompok Data Saintist untuk memngungkap fakta fakta tersebut menjadi wawasan yang dapat dengan mudah dimengerti dan dipahami oleh penggunanya, baik para pelaku aksi maupun para pengambil kebijakan dalam manajemen bencana.

Ilustrasi tentang dua orang yang sedang berdiskusi tentang suatu topik dibantu dengan objek objek visual seperti grafik dan peta pikiran. Dari sini saya ingin memberikan penekanan bahwa data sains bukan hanya sekedar menganalisis jutaan data namun juga menyampaikan dwawasan yang kita dapatkan dari data data tersebut dengan cara sesederhana mungkin agar mudah dipahami. (Sumber ilustrasi rawpixel.com @ pexels.com)

Perkembangan Big Data selama ini justru membuat banyak orang tenggelam dalam data. Kita memiliki banyak sekali Terabytes data namun hanya sedikit wawasan penting yang dapat kita perloleh dari data tersebut. Big Data bukan hanya sekedar mengkoleksi data lebih banyak dan lebih banyak lagi, namun tentang mengumpulkan data yang benar. Dari sinilah seorang data saintist mengambil perannya.

Data sains adalah tentang menemukan pola dan memprediksi bagaimana satu variabel akan memberi dampak pada variabel lainnya.

Seth Stephens

Data sains memanfaatkan proses berpikir manusia secara natural dan intuitif yaitu ; menemukan pola memberika pemahaman terhadap pola tersebut; dan kemudian memberikan sedikit injeksi steroid (bisa berupa apapun baik berupa logika logika dasar ataupun hal hal lainnya yang terkadang terdengan konyol dan simple) . Dari kesemua tersebut berpotensi menunjukan kepada kita bahwa dunia ini bergerak sepenuhnya berbeda dengan anggapan kebanyakan dari kita sebelumnya.

[bersambung…]

Leave a Reply

Total
0
Share

Discover more from Dewaputuam

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading